“KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami”
Kutipan di atas memuat esensi berdirinya KAMMI sebagai organisasi ekstra kampus yang tercantum dalam visi organisasi. Pengertian pemimpin di sini bukan sebatas dalam artian formal. Lebih dari itu, kata pemimpin mempunyai makna sebagai penggerak atau pelopor di dalam masyarakat untuk mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami.
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam upaya mewujudkan visi ini adalah pendidikan. Pendidikan adalah salah satu komponen penting dalam melahirkan pemimpin-pemimpin penggerak peradaban serta menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Suatu negara yang masyarakatnya mempunyai karakter buruk dan sumberdaya manusia yang terbatas, maka salah satu yang harus dievaluasi adalah proses pendidikan yang dicanangkan pemerintah dan dijalankan rakyatnya. Ada satu cerita masyhur saat Perang Dunia II, cerita itu tentang Kaisar Hirohito dari Jepang yang mengeluarkan pertanyaan dan pernyataan yang sangat menggugah kita tentang arti penting pendidik dan pendidikan. Setelah mengetahui bahwa dua kota penting di Jepang, kota Hiroshima dan Nagasaki, di bom atom oleh Amerika Serikat hingga hancur, sang Kaisar bertanya,
“Berapa jumlah guru kita yang masih hidup?”
Sang Jendral yang berada di sampingnya keheranan dan kembali bertanya, “Kenapa anda bertanya jumlah guru yang masih hidup? Padahal banyak tentara kita yang gugur di medan perang demi membela negara dan anda Kaisar.”
Dengan nada bijaksana kaisar Hirohito menjawab, “Kalau guru kita yang tersisa masih banyak, ada kesempatan bagi kita untuk membangun kembali negara ini.”
Dan benar saja, setelah pengeboman dua kota penting di Jepang itu justru Jepang menjadi negara dengan perkembangan di segala bidang yang sangat pesat sampai saat ini.
Pendidikan yang Terlupakan
Meskipun kita telah tahu bahwa pendidikan merupakan salah satu pilar kebangkitan bangsa, sayangnya perhatian pemerintah Indonesia dan pelaku di bidang pendidikan terhadap pembentukan karakter calon penerus bangsa melalui pendidikan masih sangat kurang, termasuk juga mahasiswa. Saat ini, orientasi pendidikan nasional cenderung pada pembentukan individu yang mempunyai kemampuan kognitif tinggi, seorang pelajar dituntut untuk mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi, sedangkan aspek afektif dan psikomotorik belum begitu mendapat perhatian. Orientasi yang seperti ini hanya akan membentuk individu yang cerdas secara akademik, namun kurang mempunyai sikap dan keterampilan yang baik.
Sempat ada harapan agar kualitas karakter pelajar Indonesia dapat diperbaiki dengan diterapkannya Kurikulum 2013. Pada kurikulum ini, pembelajaran terfokuskan pada kegiatan siswa. Adanya kajian tematik, yang menghubungkan materi pelajaran dengan konsep ke-Tuhan-an serta kajian lintas bidang pelajaran, juga memunculkan harapan tinggi akan ada perbaikan kualitas pendidikan Indonesia. Namun, pergantian kurikulum diakhir masa pemerintahan membuat Kurikulum 2013 tak bakal berumur panjang.
Setelah diterapkan secara nasional, pemerintah melalui Kementrian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah yang baru terbentuk menyatakan pelaksanaan Kurikulum 2013 dihentikan pada sebagian besar lembaga pendidikan. Alasan utamanya adalah karena kurikulum 2013 sangat memberatkan siswa dan juga guru. Dan saat ini, sebagian besar sekolah di Indonesia sedang menjalani proses pengembalian kurikulum ke KTSP 2006 yang memfokuskan pembelajaran kepada guru sebagai pentransfer ilmu dan tidak adanya tuntutan untuk diadakan pembinaan karakter saat proses pembelajaran.
Ketidakpercayaan diri untuk memperbaiki sistem pendidikan ini seakan menular ke mahasiswa. Saat ini, mahasiswa cenderung mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah secara umum, yang terkadang membuat mereka lupa untuk memperbaiki kondisi masyarakat secara langsung melalui keahliannya dengan terjun langsung dalam masyarakat. Rasa ini sepertinya juga menjangkit mahasiswa yang tergabung dalam KAMMI.
Kekurangsiapan kader yang mengambil konsentrasi di bidang kependidikan untuk melakukan dakwah profesi di bidang pendidikan membuat sistem pengkaderan dan pengabdian pada masyarakat tidak terstruktur sejak awal di bangku sekolah. Jika ada, para kader KAMMI cenderung memilih sekolah berbasis Islam (sekolah Islam, sekolah Islam terpadu, atau madrasah) sebagai tempat mengabdi. Padahal, sekolah umum (bukan sekolah berbasis agama) adalah wilayah yang perlu mendapat perhatian lebih dari sekolah berbasis agama. Hal ini dikarenakan sarana yang minim untuk mendapat pembinaan karakter, terutama yang berbasis Islam, serta kuantitas yang jauh lebih besar dari sekolah Islam.
Semangat dakwah profesi KAMMI didengungkan pada paradigma gerakan KAMMI poin dua, yaitu KAMMI merupakan gerakan intelektual profetik. Dalam gerakan intelektual profetik, seorang kader KAMMI harus bisa mempertemukan nalar akal (keilmuan) dengan nalar wahyu (keagamaan). Dalam hal ini, seorang kader harus bisa mengelola keilmuannya sebagai sarana untuk memahami ilmu agama dan juga sebagai media untuk menyeru kepada Islam, sampai di sini pendidikan adalah salah satu wilayah dakwahnya.
Pendidikan Sebagai Lini Dakwah Profesi
Menempuh pendidikan di sekolah merupakan salah satu fase yang dihadapi hampir semua individu. Seorang pelajar akan mendapati begitu banyak karakter berbeda dari teman, guru, pembina ekstrakulikuler, serta para pegawai di sekolah melalui interaksi langsung. Dari bermacam karakter yang ada, dia akan menyaring hingga tersisa sedikit karakter yang akan dia tiru atau ikuti. Saat pelajar tidak mendapat pengarahan untuk menyaring karakter, maka dia akan menyaringnya berdasarkan keinginan dan keadaan yang memungkinkan. Di sinilah peran yang harus diambil KAMMI sebagai sarana untuk membina karakter yang nantinya diharapkan dapat menyiapkan kader dakwah atau membentuk masyarakat Islami sejak dini.
Mengingat begitu pentingnya fase pembentukan karakter pelajar di sekolah sebagai bekal untuk menjalani kehidupan bermasyarakat, maka kader KAMMI harus mengambil peran penting ini sebagai bentuk dakwah profesi. KAMMI perlu memaksimalkan kualitas kader sejak dini ketika masih berada di kampus dan menjalani dakwah kampus.
Dakwah kampus, entah itu dalam bentuk dakwah syiasah, ilmi, ataupun dengan syi’ar, merupakan sarana yang sangat penting bagi kader KAMMI untuk mempersiapkan diri menghadapi dakwah profesi setelah lulus dari perguruan tinggi. Selain itu juga kader perlu mendapat penguatan dan monitoring ketika sudah terjun di masyarakat. Karena, tak selamanya dia akan menemukan orang-orang yang mempunyai visi sama di tempat dia melaksanakan dakwah profesinya atau malah ada pertentangan ketika kader melaksanakan dakwah profesinya. Ini tentu saja akan menjadi beban mental bagi kader tersebut. Selayaknya setiap kader mendapat penguatan sejak dini ketika berada di kampus.
Membentuk Masyarakat Islami
Proses pembentukan karakter pelajar ini akan menuai hasil ketika sang pelajar sudah mengambil peran di masyarakat. Minimal, pembinaan karakter ini akan berpengaruh pada sang pelajar secara individu. Dia akan bisa membedakan mana yang bathil dan harus dihindari atau diperangi, dan mana yang baik dan harus dilakukan atau didukung. Ketika hal yang seperti ini berlanjut kepada keturunannya, maka ada kemungkinan yang semakin besar untuk menciptakan masyarakat yang Islami. Selain itu, proses pembentukan karakter pelajar ini juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk menyiapkan kader-kader dakwah. Hal seperti ini sudah diterapkan beberapa kader dan alumni yang berprofesi sebagai pendidik. Mereka bisa menyiapkan kader-kader penerus dakwah yang siap melaksanakan dakwah kampus ketika melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan mengambil peran di masyarakat.
Ketika dakwah melalui lembaga pendidikan mengalami keberhasilan maka sesungguhnya banyak manfaat yang akan didapatkan. Dakwah ini merupakan sarana penting untuk membina karakter masyarakat sejak dini. Karena, para pelajar ini akan menghadapi fase kehidupan dalam masyarakat setelah melewati fase belajar melalui lembaga pendidikan. Dakwah profesi di bidang kependidikan ini juga mempunyai potensi untuk melahirkan calon-calon pemimpin dan penggerak peradaban sehingga tercipta negara dan masyarakat Indonesia yang Islami. Ketika lingkungan di lembaga pendidikan dasar dan menengah, perguruan tinggi, dan masyarakat telah mencapai satu kesatuan untuk menatap visi yang sama, bukan tidak mungkin akan terwujud bangsa dan Negara Indonesia yang Islami, Islam sebagai sumber tatanannya. []