Satu gejala aneh dari orang yang menjadikan ukhuwah sebatas wacana adalah bahwa mereka senang mereduksi maknanya. Ukhuwah yang bersifat universal dipersempit artinya, layaknya mempersempit jalan yang luas hingga pada akhirnya hanya segelintir orang yang bisa melewati jalan itu. Dan karena itu, ukhuwah yang dibangun hanya bersifat ilusi. Mereka menganggap ukhuwah sudah menjadi miliknya seutuhnya, namun ukhuwah berkata, “Kau tak akan pernah melihatku pada jama’ahmu”
Ukhuwah adalah ilusi.Jika kau memaknainya sebagai rumah yang hanya golonganmu berhak atas ia dan tak memberi ruang sedikitpun bagi orang lain untuk ikut tinggal di dalamnya. Ada seseorang yang bertamu padamu, dengan tujuan untuk menjadi bagian dari rumah ukhuwahmu. Namun kau tak memahami maksudnya, atau tak memberi kesempatan baginya. Hingga kau memuliakannya bak seorang raja, sambil menunggu Ia berlalu darimu dan dari rumahmu. Lalu kau menikmati ukhuwahmu kembali. Sang tamu ahirnya putus asa dan dipikirannya tak lagi terbesit keinginan menjadi bagian dari rumah ukhuwahmu. Dia telah pergi untuk selama-lamanya dan tak pernah lagi bertamu ke rumahmu.
Ukhuwah hanya akan menjadi ilusi.Jika kau memaknainya sebagai suatu kebahagiaan dan kesenangan. Kau merasa telah menjalin ukhuwah ketika golonganmu telah berada di puncak, diatas semua golongan yang ada. Lalu suatu hari golonganmu dihantam badai besar sehingga terpeleset ke dalam jurang. Beberapa orang meninggalkanmu hingga akhirnya keputus-asaan menyergap. Kau bergumam, “Ukhuwah kita telah mati dan tak ada gunanya kita bersama.”
Lebih dari yang kau maknai, ukhuwah adalah kekuatan. Dan dengan kekuatan itu ia bisa merubah kesedihan menjadi kebahagiaan. Membuat kelemahan menjadi kekuatan. Menjadikan kefakiran menjadi kekayaan yang tak dapat dibeli dengan rupiah. Ia adalah pondasi untuk membangun istana kejayaan.
Dan ukhuwah adalah sebatas ilusi.Jika kau menjadikan ia sebagai tujuan. Kau bersusah payah mendapatkannya. Pengorbanan harta, waktu, dan jasmani telah kau berikan hingga akhirnya kau mendapatkannya. Namun, akhirnya kau bingung juga menyimpannya. Layaknya menemukan batangan emas di daerah tandus tak berpenduduk, tak ada akses transportasi, dan tentu juga tak ada orang yang bisa menggantinya dengan rupiah atau sebatas cuilan roti,.
“… Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nyadan dengan para mu’min dan merukunkan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah mempersatukan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
-- (Al-Anfal: 62-63)
“Selamat tinggal dunia
Bila tak ada lagi teman sejati
Yang Jujur, tepat janji, dan saling mengerti”
-- (Imam Syafi’i)
“Dalam dekapan ukhuwah diri ini ingin bersandar
Ukhuwah dalam arti yang terang tanpa distorsi makna
Bersamanya saling menguatkan,saling memberi arti
Ia memberi, bukan meminta
Mengajak, bukan menyeru
Ia adalah kekuatan, yang akan menghancurkan tirani kotor
Oh ukhuwah, janganlah menjadi ilusi”
Malang, 10 Mei 2015.
Orang yang sedang berkecamuk hatinya menentukan jalan pengabdian.
More From Author
Catatan