Selama ini, otoritarian identik dengan sikap kepemimpinan yang berpusat pada satu kelompok atau individu sebagai pengendali kebijakan. Sifat kepemimpinan seperti ini mendapat pandangan negatif dikarenakan efek yang ditimbulkan memberi dampak buruk bagi masyarakat yang dipimpin. Dunia mengenal beberapa tokoh otoriter seperti: Adolf Hitler, Benito Musolinni, atau bahkan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Satu hal yang jarang dianalisis orang-orang selama ini adalah, apakah ada suatu keadaan dimana sikap pemimpin yang otoriter itu justru sangat diperlukan. Banyak fakta membuktikan, sikap otoriter seorang pemimpin, justru dalam suatu titik akan memunculkan kesadaran suatu masyarakat sehingga harkat dan martabatnya dapat terangkat. BJ Habibie membuat analisis yang menarik tentang sikap otoriter yang diterapkan Soekarno selama menjabat Presiden Republik Indonesia. Kita mengenal bahwa Soekarno menjuluki dirinya sebagai ‘Pemimpin Besar Revolusi indonesia’ dan itu ia gunakan sebagai dalil untuk melegalkan doktrin-doktrinnya.
Menurut Habibie, sikap otoriter yang diterapkan Soekarno itu justru sangat diperlukan jika menilik keadaan masyarakat Indonesia saat itu. Kualitas kehidupan dan tingkat keterampilan rakyat di awal kemerdekaan amatlah rendah dikarenakan pengaruh dan dampak negatif kolonialisme yang menitikberatkan pada pembangunan prasarana ekonomi. Hal ini menjadikan sumberdaya manusia yang dimiliki Indonesia sangatlah rendah. Saat itu lebih dari 95% rakyat Indonesia masih buta huruf. Dengan sangat terpaksa pemerintah Negara Republik Indonesia menerapkan sistem otoriter yang sebenarnya bertentangan dengan demokrasi yang termuat dalam salah satu butir dari Pancasila.
Nyatanya, sistem otoriter tak selamanya menjadi sistem yang negatif. Dengan sistem otoriter ini, Soekarno dan rakyat mulai membangun Indonesia. Akhirnya, Indonesia menjadi disegani masyarakat dunia dan Soekarno mendapat pujian dari berbagai pemimpin di dunia. Sayangnya, kepemimpinan model ini diterapkan secara berlebihan sehingga mendapat pertentangan di akhir kepemimpinan Soekarno. Soekarno pun digulingkan dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia.
Model kepemimpinan otoriter ini juga diterapkan Soeharto yang sayangnya juga terlalu berlebihan. Pada kepemimpinan Soeharto, indonesia berhasil melakukan pembangunan secara pesat melalui program PELITA. Sayangnya, Soeharto dihujat karena kepemimpinannya yang terlalu mengekang media dan HAM serta ketakkuasaannya mengatasi krisis multidimensi tahun 1998. Akibatnya, korupsi kolusi dan nepotisme menggerogoti pemerintahan dan Soeharto turun dari jabatannya.
Kita tahu bahwa kepemimpinan Hitler telah membuat bangsa Jerman menjadi bangkit setelah ‘dipermalukan’ akibat adanya Perjanjian Versailles. Lalu kita juga sangat paham bahwa kepemimpinan kharismatik Soekarno telah meninggikan posisi Indonesia di masyarakat dunia. Namun sayangnya, kebanyakan dari pemimpin ini akan terlena dengan kekuasaan dan kejayaan ketika sudah didapat. Kita dapat menganalisis dan menyimpulkan bahwa, pada suatu titik kepemimpinan otoriter itu sangat diperlukan. Sikap otoritarian diperlukan jika keadaan masyarakat sudah sangat pasif atau keadaan akan menjadi berbahaya ketika rakyat diberi wewenang besar. []
More From Author
Catatan