“Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya dan kesiapan beramal dan berkorban untuk mewujudkannya. Keempat rukun ini – iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keihlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda”
-- ( Hasan Al Banna ).
Selalu ada cerita menarik yang ditorehkan pemuda di setiap jaman. Banyak kejadian besar yang melibatkan pemuda sehingga tercatat dalam tinta emas sejarah. Al-qur’an dan al-hadits serta kisah para tabi’in menjadi bukti betapa banyaknya pemuda-pemuda yang sikap dan kepiawaiannya berada jauh di atas umurnya. Nabi Ibrahim a.s., misalnya, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an, adalah pemuda yang sering berdebat dengan kaumnya, menentang penyembahan terhadap patung-patung yang tidak dapat bicara, memberi manfaat dan mudharat (Al-Anbiya:60-67).
Kita juga mengetahui kisah Ashabul Kahfi – yang tergolong pengikut Nabi Isa ‘alaihis salam. Mereka adalah anak-anak muda yang menolak kembali kepada agama nenek moyang mereka, menolak menyembah selain Allah SWT. Mereka bermufakat mengasingkan diri dari masyarakat dan berlindung dalam suatu gua, karena jumlah mereka relatif sedikit yakni tujuh orang di antara masyarakat penyembah berhala. Fakta sejarah ini terekam jelas dalam Al-Qur’an surat Al Kahfi ayat 9-26, dantaranya :
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a : ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)’.”( Al-Kahfi : 10)
“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang Pencipta), dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”.( Al-Kahfi : 13)
Selain kisah pemuda pada masa lampau, banyak juga kisah pemuda-pemuda di jaman modern ini yang mampu memberi perubahan pada lingkungannya. Belum lepas pula dalam ingatan kita bagaimana tetesan darah Arief Rahman Hakim menjadi awal kemenangan gerakan mahasiswa 1966. Nyatanya, Orde Lama yang dipelopori Soekarno juga tumbang oleh pemuda. Selanjutnya, orde baru pun lahir dengan Soeharto sebagai pemimpinnya. Ketika krisis moneter muncul ke permukaan akibat KKN Soeharto dan para kroninya telah membawa sebuah akhir yang meninggikan hegemoni mahasiswa dengan diturunkan paksa Soeharto dari kursi pimpinan RI 1 dengan Sidang Istimewa MPR 1998.
Perubahan Sosial
Terdapat tiga pengertian pokok yang dapat menggambarkan bagaimana perubahan sosial itu: pertama, perubahan dalam struktur dan stratifikasi sosial; kedua, perubahan teknologi; ketiga, perubahan nilai. Perubahan-perubahan ini bisa mengandung implikasi yang lebih jauh yang dijumpai dalam bidang politik, ekonomi dan sebagainya. Di samping perubahan pada masing-masing bidang, termasuk implikasinya, berkaitan sesamanya, dan bisa pula merupakan rangkaian gelindingan yang bagai bergerak secara bersambung.
Perubahan sosial di Indonesia nampaknya mulai terjadi sejak sekitar sat setengah sampai dua abad yang lalu. Beberapa ciri yang muncul berkaitan dengan perubahan sosial ini adalah sebagai berikut.
- Kebangkitan rakyat untuk berani melawan dan mengingatkan penguasa yang kurang memperhatikan nasib mereka.
- Mulai dikenalnya dengan baik ajaran Islam, dimana karenanya ajaran Islam telah masuk pada kehidupan masyarakat sehari-hari.
- Semakin berkembangnya teknologi informasi, yang karenanya arus informasi menyebar begitu cepat di seluruh dunia.
- Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan sampa saat ini kita mengenal istilah ilmu pengetahuan modern dengan substansi ilmu yang membahas permasalahan sangat kompleks.
- Munculnya pemahaman-pemahaman baru pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara termasuk nasionalisem, liberalism, kapitalisme dan sosialisme.
Perubahan teknologi dapat cepat dilihat, demikian juga pengaruhnya. Pembukaan perkebunan-perkebunan besar, pertambangan dan industri, di luar jawa mengundang perpindahan penduduk dari Jawa, dalam ukuran semasa secara besar pula. Apalagi dengan program transmigrasi secara besar-besaran. Investasi besar-besaran di daerah pelabuhan dan perkotaan mengundang urbanisasi secara meningkat pula. Juga pengenalan huller (mesin giling padi) di desa-desa menyuruh kaum wanita yang sebelumnya terpakai untuk menumbuk padi harus pergi mencari pekerjaan lain.
Stratifikasi sosial juga perlu mendapat perhatian khusus. Golongan atas menengah, dan rendah bisa berubah kriterianya. Kalau dulu kedudukan hubungan darah dan kekuasaan lebih dipercaya, kini prestasi lebih menentukan. Tetapi harta dan jabatan masih memegang peranan, seperti tercermin dalam bentuk kerjasama antara bisnis dan birokrasi.
Salah satu kriteria stratifikasi sosial yang menonjol ialah mereka yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Berbekal berprestasi mereka, maka pengakuan pun akan didapatkan, sekurang-kurangnya mereka termasuk golongan menengah. Mereka bisa lebih mandiri dalam menuntut pengakuan itu dibanding pada dunia usaha dan birokrasi. Namun tidak jarang pula keterikatan kepentingan hidup memperlemah sikap mandiri ini.
Ketiga kriteria ini sangat menentukan dalam mengemukakan intensitas perubahan sosial ini. Persamaan dan persaudaraan nilai yang utama saat ini, kalau sebelumnya kedudukan hubungan darah jadi pedoman. Hal ini bisa berarti telah terjadi perubahan nilai. Artinya pandangan tentang karya, termasuk kerja tangan dan otak, dan umumnya tentang prestasi, adalah soal nilai. Urbanisasi dan transmigrasi memindahkan nilai cinta kampung halaman kepada nilai usaha perbaikan hidup, begitulah salah satu contoh perubahan nilai tersebut.
Islam, Pemuda, dan Perubahan Sosial
Peran pemuda Islam sangat penting ditengah perubahan sosial yang begitu masif. Di satu sisi, perubahan sosial dapat memberi dampak positif dimana kegiatan manusia lebih mudah dilaksanakan, akses ilmu pengetahuan yang luas, dan kecenderungan adanya kebebasan berekspresi di muka publik. Di sisi lain, banyak dampak negatif yang muncul akibat perubahan ini. Diantaranya adalah munculnya pemikiran-pemikiran yang menjadikan nafsu (syahwat) sebagai landasannya. Muara pemikiran ini adalah menjadikan kenikmatan dunia sebagai orientasinya. Keadaan ini akan membuat kedudukan agama semakin dipinggirkan dan aturan sosial menjadi semakin lemah kedudukannya.
Pemuda muslim sejati mempunyai karakter khusus dimana perubahan sosial yang terjadi tidak serta merta dapat menggadaikan akidahnya untuk melaksanakan syari’at. Hal seperti inilah yang menjadi batasan-batasan yang diperlukan agar perubahan sosial tak memberi dampak negatif berlebihan terutama bagi pemikiran manusia. Tetunya, hal ini bukan berarti menafikkan diri dari adanya perubahan sosial yang terjadi. Pemuda Islam tetap harus mengikuti perkembangan dunia dan bagaimana perubahan sosial yang terjadi, terutama bagaimana peran besar teknologi dan berbagai pemikiran modern telah merubah paradigma berpikir manusia. Landasan atau yang dipakai etap Al-qur’an dan As-sunnah (hadits).
Imam Syahid Hasan Al Banna, pendiri Ikhwanul muslimin telah menulis ungkapan yang bergitu indah tentang sosok pemuda.
”Generasi muda dalam setiap kebangkitan adalah rahasia kekuatannya, dan dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya”
Soekarno membuat suatu kutipan perjuangan yang akan membakar semangat perjuangan para pemuda dimanapun, “Beri aku 1 pemuda, maka akan ku cabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, maka akan ku guncang dunia”. Dengan kutipan ini, Soekarno ingin mengatakan bahwa pemuda adalah pilar penyangga negara yang paling kokoh, dimana ketidakberadaan perannya akan menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kekuatan inilah yang sebenarnya dapat menjadi jalan bagi pemuda untuk mengawal perubahan, agar tidak menimbulkan hal-hal negatif yang turut membuat perubahan pola pikir manusia. Pemuda harus memunculkan paradigma ini bagi masyarakat sekitarnya, “bahwa perubahan sosial membuat manusia menjadi tersadar akan kebutuhannya terhadap tuhan, Allah subhanallahu wa ta’ala.” []