- Hijrah telah selesai ditunaikan dan kisah baru perjalanan dakwah Rasulullah dan para sahabat pun dimulai. -
Ada yang menarik sesaat ketika Rasulullah sampai Madinah. Banyak masyarakat anshar yang sama menawarkan rumahnya sebagai tempat singgah Rasulullah, sampai-sampai tali kekang unta beliau pun ditarik-tarik. Namun, Rasulullah pun meminta,
“Biarkan unta ini berjalan, karena ia sudah diperintah”.
Unta milik Rasulullah pun terus berjalan dan akhirnya berhenti di suatu tempat yang merupakan bekas kandang kambing milik Sahal dan Suhail. Beliau turun dari untanya
dan segera membangun sebuah masjid, yaitu masjid Nabawi.
Kelak, masjid Nabawi bukan sebatas diperuntukkan sebagai tempat ibadah. Lebih dari itu, masjid Nabawi telah menjadi pusat segala aktivitas umat Islam. Masjid Nabawi menjadi pusat pemerintahan, setelah Rasulullah mendeklarasikan negara Islam Madinah. Masjid Nabawi juga merupakan pusat strategi perang, dimana perang-perang demi mempertahankan dakwah Islam mulai berkecamuk pasca hijrah ke Madinah. Dan satu yang tak kalah penting, masjid Nabawi menjadi tempat dimana Rasulullah menyampakan risalah kenabian kepada para sahabatnya.
Halaqah Nabawi
Masjid telah menjadi madrasah utama dimana Rasulullah menyampaikan ilmu, petunjuk, serta nasehat bagi para sahabat. Ketika duduk dalam masjid, Rasulullah dikelilingi oleh sahabat dari segala sisi dan dikitari dalam bentuk bundaran (halaqah). Berkumpulnya murid membentuk lingkaran terhadap guru yang mengajarinya merupakan indikasi rasa suka, kesempurnaan rasa rindu, dan besarnya semangat terhadap apa yang disampaikan oleh sang guru, disamping indikasi konsentrasi, keseriusan, dan kesempurnaan memuliakan. Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam bab tata krama guru dan pelajar, serta ad-Dailami dari Abu Hurairah secara marfu’ berbunyi,
“Jika kamu dudu disamping orang alim atau ilmu, mendekatlah. Hendaklah duduk sebagian kamu duduk dibelakang sebagian kamu yang lain. Janganlah kamu duduk berpisah-pisah seperti duduknya kaum jahiliyah.”
Generasi salaf pun mentradisikan kegiatan berhalaqah di masjid. Jabir bin Abdullah, misalnya, mempunyai halaqah di masjid Nabawi. Halaqah-halaqah tersebut tidak membatasi dirinya dengan mempelajari ilmu, namun juga berfungsi sebagai forum dzikir kepada Allah. Imam ad-Darasi meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah melewati suatu majelis di masjid. Riwayat Ibnu Majah menyebutkan bahwa pada saat itu Rasulullah menemukan ada dua halaqah. Satu halaqah membaca Al-Qur’an dan halaqah lainnya mengkaji ilmu, Rasulullah pun duduk menghampiri halaqah ilmu.
Penyelenggaraan halaqah ini tidak terbatas sewaktu hadirnya Rasulullah saw, tetapi juga pada waktu beliau tidak hadir karena fungsi halaqah untuk kebaikan, sementara beliau menyuruh kebaikan dilakukan kapan pun. Para sahabat, seperti dijelaskan Anas bin Malik, jika usai shalat subuh mereka duduk membentuk halaqah-halaqah. Majelis-majelis ilmu nampak teratur dan tertib sesuai dengan jadwal hari dan waktu yang ditentukan. Imam Bukhari di dalam shahih-nya, membuat judul tentang bab orang yang menjaga hari-hari yang ditentukan untuk ahli ilmu. Disebutkan pada bab tersebut bahwa sesungguhnya Abdullah memberikan peringatan kepada manusia setiap hari kamis. Ketika ditanya, Abdullah mengaitkan dengan perbuatan yang dikerjakan Rasulullah.
Bagi kaum wanita disediakan jadwal hari-hari tertentu. Di dalam hadits disebutkan bahwa kaum wanita mengadu kepada Rasulullah, “Kami kalah dengan kaum laki-laki. Maka hendaklah tuan menyediakan jadwal khusus bagi kami untuk belajar.” Rasulullah menetapkan hari secara terjadwal waktu beliau berkumpulbersama mereka, memberikan nasehat dan memotivasi beramal kebaikan. (HR Bukhari)
Berhalaqah untuk Ilmu dan Dzikir
Fungsi halaqah tak jauh dari kedua hal tersebut, ilmu dan dzikir. Maka, setiap orang yang melihat halaqah, maka tergambarlah dalam benaknya bahwa disana terdapat majelis ilmu atau dzikir. Dari sini muncul larangan untuk duduk berhalaqah selain dimaksudkan untuk ilmu dan dzikir. Imam Muslim dari Jabir ra. menceritakan: Rasulullah memasuki masjid sementara para sahabat duduk berhalaqah-halaqah. Beliau lalu bersabda,
“Semestinya aku tidak melihatmu duduk berkelompok terpisah-pisah.”
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah tidak menyukai perilaku para sahabat duduk berhalaqah-halaqah karena duduk halaqahnya atas dasar sesuatu yang tidak bermanfaat. Berbeda dengan halaqah Rasulullah yang dimaksudkan untuk menyimak ilmu. Demikian penjelasan Ibnu Hajar.
Ketika Rasulullah tidak Hadir dalam Majelis
Kadangkala sebagian sahabat menggantikan kedudukan Rasulullah dalam menyampaikan ilmu. Abdullah bin Rawahah, misalnya, menyeru kepada para sahabat,
“Kemarilah sehingga kami beriman kepada Tuhan sesaat.”
Pada sahabat duduk mengitarinya. Abdullah memberikan peringatan mereka dengan ilmu Allah dan tauhid yang berkaitan dengan akhirat. Kadangkala Abdullah menggantikan Rasulullah ketika beliau bangun dari duduknya. Abdullah mengumpulkan manusia, memberi peringatan, dan memperdalam ilmu mereka dalam rangka mempertegas apa yang disampaikan Rasulullah. Ketika Rasulullah datang, tamak mereka berkumpul dan berkonsentrasi penuh menyimak ceramah Abdullah. Rasulullah duduk menghampiri seraya memerintah mereka mengambil ilmu dari majelis ini, lalu bersabda,
“Dengan menyampaikan ilmu inilah aku diperintahkan.”
Shuffah (emperan) masjid Nabawi difungsikan sebagai madrasah untuk belajar membaca dan memahami agama. Di shuffah menetap para sahabat yang tergolong fakir yang tidak memiliki keluarga. Mereka mengkaji dan mempelajari Al-Qur’an, kemudian melakukan ekspansi ke seluru penjuru dunia untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada umat manusia. Halaqah Nabawi. []