Ibnu Hajar, Si Manusia Batu, merupakan seorang yang lamban dalam belajar dan lemah ingatannya. Mimpi besarnya adalah menjadi ulama yang ingin mengabdikan diri dan memuliakan dirinya dengan ilmu. Sayangnya, Allah tak berkehendak untuk menjadikannya seorang yang fasih dalam belajar dan mempunyai ingatan yang tajam semenjak beliau masih kecil. Selagi masih muda, beliau pernah tak naik kelas selama bertahun-tahun hingga beliau memutuskan untuk mengubur mimpi besarnya menjadi ulama. Ia pun kabur dari tempatnya belajar dan berjanji tak akan kembali lagi.
Dalam perjalanan jauhnya mengasingkan diri, Ibnu Hajar mendapati peristiwa yang akan mengubah hidupnya selamanya. Tetesan batu yang tak letih untuk menghantam batu nan keras, hingga batu itu pun hancur olehnya, menjadi sebab munculnya motivasi besar dalam diri Ibnu Hajar. Beliau pun membuat keputusan untuk melakukan sesuatu yang jarang dipilih oleh orang yang tak punya bakat kecerdasan lainnya, tetap belajar meskipun sangat lamban dan pada usia yang tak muda lagi. Ia yakin bahwa kebodohan yang dimilikinya tak lain adalah kotoran pada pakaian yang bisa dibersihkan jika ia telaten dalam mencucinya. Beliau pun menjadi yakin bahwa kebodohan bukanlah sebuah penjara yang harus mengungkung selamanya.
Akhirnya Ibnu Hajar kembali ketempatnya dan memutuskan untuk tetap menuntut ilmu, meski sangat lamban dan usianya tak lagi muda. Sejarah pun mencatat, kegigihannya dalam belajar, yang tak dimiliki orang-orang sepantarannya, telah menjadikannya ulama besar yang mampu menghasilkan kitab Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari,Bulughul Maram min Adillatil Ahkam. Karya besar yang dapat dinikmati oleh umat Islam sampai saat ini.
---
Seringkali kita merasa banyak hal-hal tak mengenakkan dalam diri kita yang begitu menghambat untuk berkembang. Kita mungkin akan merasa tak percaya diri dengan kekurangan fisik, kelemahan daya pikir, ataupun ketidakdinamisan lingkungan tempat kita berkembang. Hal itulah yang menjadi sebab bagi manusia kebanyakan untuk memilih jalan hidup yang biasa-biasa saja.
Setiap orang lahir dan tumbuh sebagai pribadi yang istimewa. Tak ada satu pun manusia yang mempunyai sifat identik dengan lainnya. Itu artinya, ada sifat khas dalam diri kita yang menunjukkan jati diri dan potensi diri kita. Kesalahan sebagian besar manusia adalah tak mau mempelajari sifat dirinya sehingga ia memilih jalan hidup laiknya kebanyakan orang yang gagal mempelajari diri.
Ibnu Hajar, dalam cerita diatas, adalah seorang yang bisa mempelajari kemampuan dirinya namun sayangnya ia melampiaskan pada hal yang salah, pada awalnya. Beliau membuat keputusan yang juga diambil oleh orang-orang yang mempunyai sifat khas sama dengan dirinya, lamban dalam belajar hingga usianya tak lagi muda, yaitu berhenti untuk belajar dan mengubur mimpi besarnya untuk menjadi orang yang menguasai ilmu. Namun pada akhirnya, beliau pun membuat keputusan tak biasa yang tak dilakukan kebanyakan orang dengan tetap bertekad untuk terus belajar ditengah keterbatasannya.
Jika kita mau melebarkan pandangan lebih luas, akan kita dapati sosok istimewa lainnya yang memilih jalan hidup tak biasa bagi kebanyakan orang sepertinya. Adalah Nick Vujicic, seorang yang kehilangan kedua tangan dan kakinya semenjak baru lahir. Namun, Nijk memilih untuk tidak merenungi nasibnya dengan berbaring di tempat tidur atau memaksimalkan pendengaran dan penglihatannya untuk belajar.
Nijk dikenal sebagai pribadi yang lincah dan selalu bersemangat semenjak kecil, sehingga ia dapat mengenyampingkan kenyataan bahwa ia memiliki keterbatasan fisik. Ia lebih memilih untuk hidup layaknya manusia normal kebanyakan: menulis, mengendarai mobil, berenang, dan lainnya. Nijk pun mampu menginspirasi jutaan orang yang senasib secara fisik dengannya, juga orang-orang yang mendapat kesempurnaan fisik untuk dapat memaksimalkan yang ia punya. Nijk adalah satu dari sekian juta orang yang mau dan mampu untuk membuat keputusan tak biasa yang merubah hidupnya.
---
Manusia-manusia pilihan, adalah mereka yang mau mengenali diri hingga dapat memahami keistimewaan yang ada pada dirinya. Itulah yang dimiliki oleh Ibnu Hajar, Nick Vujicic, dan banyak manusia istimewa lainnya di seluruh belahan dunia ini.Tentu saja, manusia-manusia istimewa adalah mereka yang sama dengan kebanyakan orang secara fisik, namun berbeda dari sebagian besar orang dalam pola pikir dan pengambilan keputusan hidup.
Jika kebanyakan manusia adalah individu biasa yang tak jenius atau tak sempurna fisiknya sehingga membuatnya memilih jalan hidup yang biasa, maka manusia-manusia pilihan adalah mereka yang memilih untuk menjadi pekerja keras ditengah keterbatasan yang melekat pada dirinya. Jika kebanyakan orang yang mempunyai keterbatasan fisik memilih untuk untuk merenungi diri, maka manusia-manusia pilihan adalah mereka yang membuat keputusan dengan memilih untuk ‘hidup normal’ layaknya kebanyakan manusia.
Pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan besar pun muncul dihadapan kita, mengajak kita untuk merenungi bagaimana kita menjalani hidup selama ini. Seberapa dalam kita telah mengenal diri? Seberapa yakin kita bahwa setiap individu adalah istimewa dan mempunyai kelebihan yang tak dimiliki orang lain? Apakah kita termasuk manusia-manusia pilihan atau sebatas hamba sahaya yang tak mampu mengembangkan potensi diri dan membuat keputusan-keputusan tak biasa? Mari merenungi diri, saling memberi semangat, dan memperbaiki diri bersama-sama. []
Malang, 25 Syawal 2016