Adakalanya kita melihat teman kita melakukan aktivitas biasa di tiap harinya layaknya kebanyakan orang. Lalu tiba-tiba kita mendapati bahwa ia telah menghasilkan suatu karya luar biasa yang bisa dinikmati banyak orang. Ia pun menjadi dikenal berkat karya cemerlangnya itu. Lalu kita pun menjadi sadar, bahwa ternyata banyak orang menjadi dikenal luas berkat karya yang dihasilkannya, bukan dari apa yang diumbar atau mungkin kebiasaa hariannya yang serba biasa.
Kita bisa mengenal orang-orang semacam Nadiem Makarim (Go-Jek), Mark Zuckenberg (Facebook), atau mungkin juga Bill Gates (Microsoft) berkat karya-karya yang dihasilkannya. Sebelum karya mereka dinikmati banyak orang, mungkin hanya teman-teman, keluarga, atau kolega saja yang mengenal mereka. Namun ketika karya mereka muncul, nama mereka pun ikut melejit. Minimal, mereka akan dikenal oleh orang-orang yang memanfaatkan karyanya. Jika kita berbicara tentang suatu karya, Microsoft misalnya, maka salah satu yang terbayang di pikiran kita adalah sosok Bill Gates. Sebenarnya, seberapa kenal orang terhadap mereka merupakan representasi seberapa besar pengaruh dari karya mereka, bukan sekedar rating popularitas.
Jika kita telisik lebih dalam, akan kita temukan fakta yang cukup menarik mengenai hal ini. Mereka, sebelum dikenal bersama karyanya, pernah mengalami masa-masa sulit dalam menciptakan karyanya, atau juga tak ada yang memperhatikan sama sekali apa yang mereka kerjakan. Pernakah kita membaca atau mendengar perjuangan orang-orang tersebut dalam menghasilkan karyanya? Tentu jarang sekali, apalagi saat mereka sedang melakukan aktivitas trial and error di depan komputer atau perkakasnya.
Sebenarnya, ada perjuangan besar dan lama bagi mereka untuk menghasilkan suatu karya. Mark Zuckenberg harus memilih untuk di DO dari Harvard University untuk bisa mengembangkan Facebook, Khoirul Anwar pernah ditolak oleh professor-profesor beberapa Negara ketika mempresentasikan idenya tentang 4G, atau juga Salim A. Fillah yang tulisan-tulisannya pernah dianggap aneh semasa sekolah menengah.
Keadaan semacam ini bisa kita arti filosofi kan sebagai tangkai bunga yang ditanam, tumbuh dan menghasilkan bunga yang indah. Setangkai bunga yang baru ditanam tak langsung berusaha untuk melahirkan bunga. Pertama yang ia lakukan adalah memastikan bahwa suplai makanan untuk dirinya terpenuhi. Caranya? Ya, tentu saja ia akan memunculkan akar-akar yang terus menjalar mencari sumber air dan makanan, memastikan bahwa seluruh bagiannya mendapat makanan. Lalu, seiring berjalannya waktu, ketika akarnya sudah kuat, batangya sudah tumbuh dengan sehat, bunga-bunga kecil pun akan lahir dan menghiasi tangkai. Dan seiring berjalannya waktu pula, bunga tersebut tumbuh besar dan seluruh alam menikmati keindahannya.
Di dunia ini, tanpa mempedulikan kedudukan dan usia, kita dituntut untuk selalu berproses, dalam artian senantiasa selalu meningkatkan kualitas diri kita. Dari proses inilah kita akan mampu untuk menghasilkan satu karya yang bermanfaat. Orang mungkin hanya melihat karya tanpa tahu proses berat dan panjang yang kita jalani. Namun, justru disitulah letak kunci keberhasilan seseorang dalam menghasilkan karya.
Kita tidak mungkin ‘memperkenalkan diri’ kita kepada orang lain tanpa sesuatu yang akan menarik perhatian, karena tentu saja kita akan diacuhkan. Juga, saat kita sedang membuat karya, kita tidak bisa dan tidak harus sesumbar mengatakan bahwa karya kita bagus. Ekspektasi orang tentu akan sangat tinggi. Dan sebenarnya, proses aktualisasi diri kita ketika menciptakan suatu karya adalah lebih penting dari karya itu sendiri, karena itulah sebenarnya modal yang bisa kita manfaatkan untuk menghasilkan karya-karya berikutnya.
Selamat Berkarya. []
Malang, 01 Muharram 1438 H