Perkembangan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor yang menaungi. Mula dari kondisi alam hingga posisi strategis pada peta dunia membuat banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia mengunjungi Indonesia. Selain itu perkembangan Islam di Indonesia tak terlepas dari pengaruh dinamika Islam Timur Tengah dibawah kepemimpinan Daulah Ummayah, Abbasiyah, dan Turki Utsmani, serta adanya kolonialisme dan Imperialisme.
Islam mengalami perkembangan yang signifikan di Indonesia tatkala khalifah daulah Turki Utsmani mengirimkan utusan dakwah yang terhimpun dalam Wali songo. Persebaran Islam pun mulai meluas dan mencangkup wilayah-wilayah bekas kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha. Oleh karena pengaruh Hindu-Buddha yang masih begitu kental, maka utusan dakwah ini menyebarkan Islam yang disesuaikan dengan karakter dan kultur masyarakat. Jadilah Islam Indonesia berkembang dengan karakter khas yang melekat, berbeda dengan cara dan karakter perkembangan Islam di negara-negara lainnya seperti di Afrika dan Andalusia.
Belanda sebagai negara yang menanamkan imperialisme paling lama di Indonesia turut andil dalam memengaruhi perubahan corak ke-Islaman masyarakat Indonesia. Belanda hanya menjadikan kaum priyayi sebagai sekutu pribuminya. Kaum priyayi itu, terutama kelompok bangsawan kerajaan, dimanfaatkan Belanda untuk mengendalikan keadaan dan kehidupan bermasyarakat. Kehidupan beragama tak diberi ruang bebas untuk berkembang, dan karenanya kebebasan berserikat turut dikekang. Dan perlawanan terhadap imperialisme pun kebanyakan dari kelompok Islamis seperti yang dilakukan oleh Raden Fatah dan Pangeran Diponegoro.
Berbeda dengan Belanda, imperialisme Jepang diterapkan dengan menggandeng kelompok Islamis dan nasionalis-sekuler. Oleh karenanya, kelompok Islamis dibiarkan berserikat hingga muncullah organisasi Hisbullah dan Sabilillah serta Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Namun kebebasan yang diberikan pada ummat Islam tersebut pada akhirnya ditujukan bagi kepentingan Jepang, terutama dalam menghadapi perang Asia-Pasifik.
Pasca Kemerdekaan
Pasca Indonesia merdeka Masyumi berkembang menjadi partai politik yang mampu mengakomodasi kepentingan ummat Islam. Masjumi sebagai partai terbesar kedua diisi oleh para cendekiawan muslim dari beberapa golongan, termasuk NU dan Muhammadiyah, sehingga menjadi representasi nyata kepentingan Islam.
Sayangnya, pengaruh mulai berkurang bahkan diilangkan sejak diterapkannya sistem Demorasi Terpimpin. Presiden Soekarno melayangkan surat agar Masyumi segera di bubarkan. Pimpinan pusat Masyumi secara resmi menyatakan bahwa partai mereka bubar pada 13 September 1960. Semenjak bubarnya Masyumi, Parta NU menjadi parpol Islam terbesar. Namun keberadaan Partai Nu ini tak mampu mengakomodir kepentingan Islam dan justru mendukung Nasakom yang dicetuskan Soekarno dan menolak mengikuti Konferensi Islam Asia Tenggara dan Timur Jauh atas undangan perdana Menteri Malaysia.
Seiring berjalannya waktu, pengaruh Islam politik semakin menurun dan cenderung tak mendapat prioritas dalam pemerintahan. Adanya penerapan asas tunggal Pancasila semakin membatasi ruang gerak kelompok-kelompok Islamis untuk berkembang.
Semangat Pembaharuan Gerakan Transnasional
Adanya gerakan Islam transnasional dengan semangat pembaharuan Islam sedikit membawa angin segar bagi perkembangan Islam di Indonesia. Sayangnya gerakan ini yang kemudian melebur dengan gerakan Islam lokal membatasi geraknya didaerah perkotaan. Masyarakat Islam pedesaan hanya mampu mengandalkan peribadatan yang dilakukan turun-temurun atas dasar kebiasaan.
Islam pedesaan berkembang secara kultural dengan karakteristik khas yang begitu melekat. Oleh karena pengaruh sejarah masa lalu akibat penjajahan, Islam di pedesaan mencangkup terbatas pada aktivitas peribadatan yang diterapkan dengan mengndalkan kebiasaan, bukan pengetahuan Islam yang mendalam. Hal ini pun dibarengi dengan mistisitas yang berkembang sejak jaman penjajahan yang sengaja di hembuskan.
Islam perkotaan berkembang dengan aktivitas keilmuannya yang begitu kental sehingga memberikan pemahaman Islam yang lebih mendalam. Hal ini tak lain karena gerakan pembaruan islam ini dibawa oleh pelajar-pelajar Indonesia yang melanjutkan studinya di luar negeri.
Adanya pembangunan jangka panjang masa Orde baru yang berpusat pada wilayah perkotaan turur memengaruhi perkembangan Islam modern di Indonesia. Hal itu pula yang kadangkala menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan dalam perkembangan Islam kadang kala menimbulkan friksi oleh karena perbedaan pandangan. Hal ini pun akan terus berlanjut tatkala pemahaman Islam yang menyeluruh tak dapat menjangkau ummat Islam Indonesia sampai tingkat pelosok yang sudah terlanjur menerapkan Islam tanpa ruh ke-Islaman yang semestinya. []