Dalam karyanya berjudul Republik, tergambar pandangan Plato tentang konsep pembinaan negara, masyarakat, dan bentuk pendidikannya. Plato (dan juga Sokrates) hidup pada zaman dimana Athena mulai mengalami penuruna kesejahteraan. Pertentangan antara kaya dan miskin sangat mencolok, konstelasi politik juga mencolok yang mengakibatkan pemerintahan tidak stabil. Kekuasaan aristrokasi, oligarki, dan demokrasi silih berganti. Bagi Plato, satu-satunya cara menyelamatkan Athena dari keterpurukan adalah dengan mengubah sama sekali dasar hidup rakyat dan sistem pemerintahan.
Pandangan Plato tentang negara dan seberapa luas wilayahnya masih terpaut pada masanya. Negara adalah sebuah kota, penduduknya tak lebih dari dua atau tiga ribu jiwa (dengan standar kepadatan penduduk saat itu). Penduduk kota adalah orang-orang merdeka yang memiliki tanah di luar kota dan dikerjakan oleh budak-budaknya. Budak tidak dianggap penduduk karena mereka tidak merdeka.
Dalam pandangan orang-orang tentang kota saat itu, kepentingan umum harus didahulukan diatas kepentingan perorangan. Kepentingan bersama yang diwakili oleh negara haruslah kepentingan setinggi-tingginya. Kemerdekaan kota jauh lebih tinggi dari kemerdekaan perorangan, oleh karena itulah kemerdekaan seseorang bisa dihilangkan demi kepentingan kota.
Dari sekian banyak kota di Yunani Kuno, Sparta adalah kota yang paling sosial sifatnya. Penduduknya makan bersama, anak laki-laki dan perempuan mendapat pendidikan yang setara, serta perkawinan diatur pemerintah. Sparta dipakai Plato sebagai model untuk menggambarkan negara ideal. Meskipun begitu, di Sparta terdapat kelaziman untuk membunuh anak-anak yang tumbuh cacat.
Menurut Plato, tujuan pemerintah yang benar adalah mendidik warga negara agar memiliki budi. Manusia mendapat budi yang benar dari pengetahuan. Oleh karena itulah ilmu harus berkuasa di dalam negara. Sebuah pernyataan yang masyhur hingga kini pernah diutarakan Plato: ‘Kesengsaraan dunia tidak akan pernah berakhir sebelum filusuf menjadi raja atau raja menjadi filusuf’.
Konsep Keadilan
Negara yang ideal harus berdasar pada keadilan. Apa itu keadilan? Plato mengupasnya secara tuntas dalam bentuk tulisan yang memuat dialog antara Sokrates dengan beberapa kawannya. Plato menyimpulkan bahwa keadilan adalah hubungan antara orang-orang yang bergantung kepada suatu organisasi sosial. Oleh karena itu keadilan dapat dipelajari dari struktur masyarakat.
Keadilah dalam suatu negara hanya akan tercapai jika setiap orang mengerjakan apa yang menjadi kewajiban baginya. Karenanya, diperlukan pembagian kerja bagi masyarakat sesuai kemampuan masing-masing. Karenanya, Plato membagi golongan masyarakat menjadi tiga golongan sesuai perannya masing-masing.
Pertama, rakyat jelata sebagai golongan rendah yang terdiri dari petani, pekerja, tukang dan saudagar. Mereka merupakan penopang ekonomi dalam masarakat sehingga tidak boleh duduk dalam pemerintahan. Kedua, golongan ‘penjaga negara’ sebagai golongan menengah dengan dasar kerjanya adalah semata-mata mengabdi pada negara. Diantara mereka tidak boleh ada yang memiliki harta perseorangan dan tidak boleh berkeluarga. Semuanya dilakukan atas dasar kepemilikan bersama. Sistem seperti ini pada masa berikutnya diidentikka dengan komunisme.
Golongan ketiga adalah pemerintah dan filusuf sebagai golongan atas. Mereka terpilih dari yang terbaik dari kelas penjaga setelah menempuh pendidikan dan latihan khusus.
Pendidikan untuk Warga Negara
Dalam karyanya berkaitan dengan konsep negara, Plato juga mengemukakan gagasan tentang konsep pendidikan berkelanjutan sejak usia belia hingga dewasa. Anak-anak harus diajarkan gimnastik (senam) dan musik sebagai pelajaran dasar, selain itu juga diajarkan membaca, menulis, dan berhitung.
Pada usia 14 sampai 16 tahun mereka belajar musik, puisi, serta mengarang bersajak. Musik berperan penting dalam menanamkan perasaan dan sikap yang halus.Dari usia 16 hingga 18 tahun mereka diberi pendidikan matematika untuk mendidik jalan pikiran. Selain itu juga diajari dasar spiritual (agama) dan adab sesama untuk menanamkan rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat jika jika masyarakatnya tidak memercayai Tuhan.
Dari usia 18 hingga 20 tahun, para pemuda diajari militer. Pada usia 20 tahun diadakan seleksi pertama untuk menjadi kelas penjaga. Kemudian diadakan pendidikan khusus selama 10 tahun. Selanjutnya yang lulus menjadi pegawai negara. 15 tahun bekerja dan mencapai usia 50 tahun, masuk dalam lingkungan pemerintah atau filusuf.
Plato menyadari bahwa konsepnya itu hanyalah gambaran ideal yang diinginkannya, tidak dapat dicapai sepenuhnya. Dalam karya berikutnya, beberapa konsep pokok Republik diperlemah. Dalam beberapa pembahasan juga terdapat pandangan tentang kepemilikan harta perseorangan dan kemiskinan, yang diterjemahkan banyak orang sebagai sebuah sistem sosialisme. []
More From Author
Plato