Astronomi modern adalah sebuah langkah besar bagi umat manusia untuk bisa lebih memahami alam semesta secara lebih komperehensif. Berbeda dari astronomi klasik yang menyandarkan pengamatan sekadar pada data-data matematis dan prediksi, dalam astronomi modern pengamatan dilakukan secara langsung pada benda-benda langit.
Copernicus sebagai astronom terkemuka Barat telah jamak diketahui sebagai bapak astronomi modern. Namun yang tak diketahui, ia banyak merujuk pada risalah al-Battani dalam mengembangkan karyanya. Copernicus merujuk katalog bintang dan tabel planetari serta beberapa risalah tentang metode matematis pada analisis gerak bumi. Hubungan keilmuan diantara keduanya begitu kuat.
Pada massa diantara keduanya, ada seorang ahli astronomi lain yang tak kalah cemerlang dan layak masuk jajaran astronom terbesar abad pertengahan. Dia adalah Ibnu al-Shatir.
Nama ini – sebenarnya– lebih layak disebut sebagai pencetus astronomi modern daripada Copernicus, dengan al-Battani sebagai salah satu astronom klasik (tradisional) terbesar. Penemuan Copernicus soal model geometrikal dari matahari, bulan, dan lima planet yang dapat diidentifikasi dengan pengamatan mata telajang (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter, dan Saturnus) identik dengan karya Ibnu al-Shatir yang hidup seabad sebelum Copernicus.
Ibnu al-Shatir
|
Ibnu al-Shatir
|
Ibnu al-Shatir (1304-1375 M) atau Ala al-Din Abu’l-Hasan Ali ibn Ibrahim ibn al-Shatir lahir di Damaskus pada masa daulah Umayyah. Sejak berusia 10 tahun ia merantau ke Aleksandria di Mesir untuk belajar astronomi. Setelah menyelesaikan pendidikannya, al-Shatir dikenal sebagai ahli astronomi dan matematika, serta dikenal juga sebagai seorang insinyur.
Pada masa mudanya, al-Shatir bertugas sebagai pengatur waktu (
muwaqqit) di Masjid Umayyah (Masjid Agung Damaskus). Ia harus menentukan secara akurat kapan waktu salat tiba, karenanya kemudian ia menciptakan jam matahari atau sundial. Al-Shatir juga menjadi ketua para muadzin di sana. Di sela-sela pekerjaannya itu, al-Shatir melanjutkan tradisi Ibnu al-Sarraj yang membuat desain pengembangan intrumen astronomi.
Sebelum munculnya Ibnu al-Shatir sebagai astronom muslim, al-Battani (850-929) telah memulai penyelidikan ilmiahnya tentang benda-benda langit. Al-Battani termasuk salah satu ilmuwan astronomi terbesar yang mencetuskan teori-teori penting ilmu astronomi, aljabar, dan trigonometri. Ia mampu meneliti bintang-bintang dan planet sebelum alat-alat canggih ditemukan sehingga membuat berdecak kagum. Al-Battani banyak menulis soal astronomi dan geografi, salah satu diantaranya adalah tentang sistem perhitungan almanak. Orang-orang Eropa menggunakan sistem ini sampai abad pertengahan.
Kecemerlangan Ibnu al-Shatir
|
Ibnu al-Shatir
|
Ibnu al-Shatir melanjutkan kecemerlangan al-Battani di bidang astronomi dengan berbagai penelitian dan karyanya. Kitab Nihayat al-Sul fi Tashih al-Usul dianggap sebagai risalah astronomi Ibnu Al-Shatir yang paling penting.
Ia merombak habis teori geosentris yang dicetuskan Claudius Ptolomeus (90 M– 168 M) yang terpengaruh pemikiran Aristoteles. Aristoteles percaya bahwa Bumi adalah pusat tata surya dan semua benda langit lain mengitari Bumi.
Secara matematis, al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Ia mencoba menjelaskan bagaimana gerak Merkurius jika Bumi menjadi pusat alam semestanya dan Merkurius bergerak mengitari Bumi menurut teori geosentris. Hasil pengamatan al-Shatir ini membuka tabir kebenaran gerak benda langit di tata surya. Pada akhirnya teori heliosentris (Matahari sebagai tata surya) menjadi populer dan secara tidak langsung menolak mentah-mentah teori geosentris yang juga dipercayai gereja katolik di Vatikan.
|
Risalah milik Ibnu al-Shatir (alamystock) |
Dalam kitab
Nihayat al-Sul fi Tashih al-Usul pula al-Shatir mereformasi model Ptolomeus soal Matahari, Bulan, dan planet-planet. Ia memperkenalkan
epicycle ekstra pada model planet melalui model
tusi-couple.
Di masa perkembangan sains Barat, beberapa tokoh seperti Copernicus, Kepler, dan Newton kemudian memperjelas dan memberi bukti yang lebih meyakinkan akan kebenaran teori heliosentris. Karya milik Copernicus, De Revolutionibus, dianggap kemiripan dengan karya milik al-Shatir.
Beberapa Penemuan Penting
Ada beberapa penemuan penting dari al-Shatir selama pergulatannya di bidang astronomi. Salah satunya adalah jam astrolab atau jam astronomi paling awal di dunia. Selain al-Shatir, ilmuwan lain yang menciptakan jam astrolab adalah Al-Jazari dan al-Biruni. Kegunaan alat ini terutama untuk menentukan waktu shalat dan Ramadan.
|
Jam Astrolab (republika) |
Penemuan lain dari al-Shatir adalah jam matahari atau sundial. Sundial sendiri merupakan jam tertua di dunia yang sudah ada sejak tahun 3500 SM. Al-Shatir merakit sundial untuk dipasang di Masjid Agung Damaskus dalam perannya sebagai muwaqqit. Jam matahari tersebut berjenis polar-axis sundial dan masih eksis sampai sekarang. Ilmuwan Barat kemudian membuat jam matahari serupa pada tahun 1446 M.
|
Jam Matahari (grid.id) |
Ibnu al-Shatir juga mengembangkan kompas sebagai pengatur waktu yang menggabungkan jam matahari dan kompas magetis. Ia juga mengembangkan instrumen astronomi yang disebut “instrumen universal”. Instrumen ini kemudian dikembangkan oleh astronom Turki-Utsmani, Taqi al-Din dan digunakan di observatorium al-Din Istanbul pada tahun 1577-1580 M. []
Referensi:
https://www.1001inventions.com/feature/to-modern-astronomy/
https://muslimheritage.com/the-birth-of-modern-astronomy/
https://www.republika.co.id/berita/pw4lth313/mengenal-ibnu-alshatir-sang-penemu-jam-astrolab
Thomas Hockey dkk – The Biographical Encyclopedia of Astronomers
Siti Nur Halimah – Benang Merah Penemuan Teori Heliosentris: Kajian Pemikiran Ibn al-Syatir
More From Author
Filsafat